Prilaku
Menyimpang Itu Relatif ?
Lalu
Bagaimana Cara Menanggapinya ?
Akhir akhir ini
bermunculan banyak kelompok-kelompok aneh di lingkungan masyarakat yang
dianggap tidak sesuai dengan budaya leluhur atau norma dan nilai yang berlaku
sedari dulu di masyarakat. Pernah dengar tentang “menyimpang” yah itu adalah
anggapan bahwa seseseorang telah berprilaku tidak semestinya di sebuah
lingkungan. Bisa kita contohkan dengan LGBT, siapa sih yang tidak tau LBGT (
Lesbi, Biseksual, Gay, Trans gender) yang sedang menjadi polemik di masyarakat
indonesia. LGBT ini mulai menunjukan diri secara terang terangan di Indonesia
sejak beberapa tahun belakangan ini. Organisasi atau perkumpulan LBGT mulai
bermunculan di lingkungan masyarakat, mereka sudah tidak malu mengakui tentang
diri mereka yang di anggap menyimpang tersebut. Tapi pernahkah kita berfikir
kenapa mereka itu berani menampakan diri di Indonesia yang dominan menolak
adanya LGBT tersebut ?.
Sejenak kita
lihat ke negara negara lain yang melegalkan LGBT seperti Jerman, AS, Brazil,
Prancis dan yang lain. Negara-negara tersebut telah melegalkan LGBT dan
menganggap normal atas prilaku tersebut. Alasan negara tesebut adalah HAM ( Hak
Asasi Manusia) produk hukum internasional yang sering di ucapkan orang. Pernah
tidak dengar ucapan ini “itu hak mereka
kan, toh dia yang menjalani dia bahagia, tidak merugikan saya” kira kira
sederhananya begitulah bentuk HAM saat ini, dimana setiap orang menganggapnya
sebagai bentuk kebebasan untuk bersikap dan berprilaku. Lalu alasan pengaruh
media sosial yang berkembang sangat pesar di era modern ini. Hal tersebut juga
sangat berpengaruh ketika banyak media yang memuat tentang LGBT dan
menjadikanya sebagai tajuk utama berita maka hal tersebut sama saja dengan
memperkenalkan LGBT sendiri, ketika banyak orang yang berfikir bahwa hal
tersebut benar maka mereka akan mendukung, dan untuk yang memiliki prilaku
demikian maka mereka akan membuat suatu perkumpulan dan mulai memperlihatkan
diri mereka kemudian berkampanye melalu media tersebut untuk mencari dukungan
dan bisa di tebak akhirnya mereka akan menuntut untuk di legalkan. Bisa di
katakan ini adalah pengaruh media sosial yang begitu luas tanpa mengenal
batasan.
Kita ambil
contoh sederhana untuk dapat memahami hal di atas seperti, orang yang bertato berada
dikalangan orang yang ngalim beragama, otomatis orang bertato tersebut akan di
anggap menyimpang karena berprilaku tidak sesuai lingkungannya. Tapi ketika
orang tersebut sedang berada di kalangan preman, mereka akan menerima orang
tersebut, begitu juga kebalikannya ketika orang ngalim yang lembut berada di kalangan
preman bengis yang kasar, maka orang ngalim tersebut akan dianggap aneh atau
menyimpang oleh mereka. Jadi bisa kita ambil kesimpulan bahwa prilaku tersebut
bersifat relatif tergantung dia berada di lingkungan yang seperti apa.
Peran masyarakat
dalam hal ini adalah sebagai penilai dari suatu prilaku yang diperlihatkan oleh
seseorang, jika orang tersebut berprilaku selayaknya norma dan nilai sosal yang
berlaku di lingkungan tersebut maka dia akan di terima, dan begitupun
sebaliknya. Di dunia yang luas ini banyak bentuk prilaku yang ada pada tiap
tiap individu, dan mereka akan berkumpul sesuai dengan pola mereka dan
membedakan tiap tiap pola sosial yang ada. Itu aturan alaminya dunia.
Mungkin, prilaku
yang kita lihat menyimpang di lingkungan kita, merupakan prilaku normal yang
ada di kelompok masyarat lain. Maka dari itu sering kita jumpai bahwa seseorang
kabur dari rumahnya karena mereka dianggap aneh atau menyimpang oleh lingkungan
tempat tinggal menuju ke tempat lain yang bisa menerima mereka apa adanya.
Bagaimana cara
kita menyikapi hal tersebut ?, mungkin pertanyaan tersebut masih sulit untuk
dijawab dan di praktekan. Karna masyarakat sendiri lebih suka memberi stigma
tidak suka pada yang berbeda dan cenderung mengucilkannya. Sebenarnya cara
menyikapi hal ini tergantung pada gaya hidup masyarat itu sendiri. Seperti
contoh di aceh yang menerapkan hukuman fisik untuk prilaku prilaku menyimpang
seperti LGBT, perselingkuhan, ataupun zina, hal tersebut di berlakukan untuk
memberikan efek jera dan menjadi contoh untuk masyarakat. Tapi hal tersebut
tidak menutup kemungkinan akan terjadinya hal yang sama di kemudian hari.
Berbeda dengan masyarakat lain ada yang dengan cara pengusiran, pengurungan,
atau di kucilkan dalam masyarakat.
Tapi kita bisa mengunakan cara lain yang
lebih halus untuk menanggapi prilaku menyimpang, beberapa yang bisa di lakukan
seperti memberi sosialisasi tentang prilaku yang tidak sesuai dengan norma dan
nilai yang berlaku di masyarakat. Memberikan pengertian bahwa prilaku
menyimpang tersebut merugikan, tidak semestinya ada, dan tidak bisa diterima. Dan
memberikan penegasan bahwa prilaku menyimpang akan di berikan hukuman dalam
lingkup masyarak tersebut. Sebagai peringatan awal sosialisasi merupan tindakan
mencegah munculnya prilaku menyimpang.
Langkah lainnya jika sudah terjadi
prilaku menyimpang pada diri seseorang kita bisa melakukan rehabilitasi pada
orang tersebut, mencoba membenarkan prinsip prilakunya agar sesuai dengan norma
dan nilai yang ada. Pada tahapan ini komunikasi adalah hal penting, kita harus
bisa memahami masalah orang tersebut lalu memberikan masukan masukan yang
nantinya akan membuat prilakunya perlahan-lahan akan membaik. Jika beruntung
orang yang menyimpang bisa merubah prilakunya tersebut dan akhirnya di terima oleh
masyarakat tempat tinggalnya. Namun, jika hal tersebut gagal dan orang tersebut
maka diperbolehkan untuk mengambil tindakan keras pada orang tersebut.
Pemahaman tentang prilaku manusia selalu
berkembang, pada era modern sekarang banyak sekali manusia yang kehilangan jati
dirinya, dan berkahir pada kebingungan
tentang apa yang benar dan apa yang salah. Peran media sangatlah besar dari
proses terbentuknya prilaku, agar kita tidak tersesat baiklah kita dapat
memilih informasi apa yang berguna untuk kita, tidak membuat kita menjadi orang
yang menyimpang, dan tidak merugikan kita yang kita ambil. Tapi, terkadang
sebagai pengguna media kita secara tidak sadar telah terpengaruh hal buruk dari
suatu berita. Kunci sebenarnya adalah diri kita sendiri, perkuat pribadi dengan
iman dan keyakinan akan kebenaran benar sudah kita miliki dari leluhur itu
cukup untuk membuat melindungi kita dari hal negatif yang ada di arus informasi
dunia yang begitu deras.
ini hanya opiniku saja yah.
sejujurnya, artikel ini pernah aku kumpulkan sebagai tugas untuk dosenku, dan yah, aku mendapat tanggapan yang cukup kritis di kelas.
aku juga masih butuh banyak belajar dan open mind lagi, tapi bukan berarti welcome dengan hal negatif, selektifpun masih harus tetap dipertahankan dan dilakukan.
see you in next artikel..
sorry jika aku pernah ngilang.